Mencari Padanan "New Normal" dalam Bahasa Indonesia

Oleh: Willy Pramudya

Melihat begitu malas, 'njaksel', dan keminggris-nya (keinggris-inggrisan) para pejabat, orang-orang berpengaruh dan media massa (pers!) mencari padanan dalam bahasa Indonesia untuk istilah "new normal", saya tergerak untuk mencarinya.  

Langkah pertama yang saya lakukan adalah memahami frasa "new normal" sebagai frasa bahasa Inggris terlebih dulu lalu memikirkan padanan yang paling mendekati dalam bahasa Indonesia. Saya menemukan frasa 'kenormalan baru' sebagai padanannya namun masih terasa sebagai hasil terjemahan langsung dan harfiah dengan sedikit perubahan. (Menurut rekan saya, Kang Tendy,  Badan Bahasa telah menerjemahkan istilah tersebut menjadi "kenormalan baru" (Tksh Kang Tendy).

Langkah kedua adalah mencari padanan kata 'normal'. Kata 'normal' tergolong kata sifat atau adjektiva (A). Dalam bahasa Inggris kata "normal' selain tergolong A juga N. Saya melihat tiga kemungkinan kelompok padanan berdasarkan jenis kata pada unsur-unsur pembentuknya. Kelompok pertama ialah -kata-kata sifat (A); kelompok kedua ialah kata-kata benda (N); dan kelompok ketiga ialah kata kerja (V)  

I. Sesama kata sifat (A)
1. Biasa
2. Lazim
3. Galib
4. Jamak
5. Lumrah
6. Wajar
7. Baku

II.  Kata benda 
1. Adat
2. Adab
3. Habitus
4. Standar
5. Budaya
6. Tatanan
7. Kehidupan
8. Perilaku
III. Kata kerja (V)
1. Hidup

Untuk kelompok I kalau harus digabung dengan kata 'baru', kata-kata tersebut perlu dibendakan dengan cara menambah imbuhan/konfiks 'ke-an'  sehingga menjadi:
1. Kebiasaan baru
2. Kelaziman baru
3. Kegaliban baru
4. Kejamakan baru
5. Kelumrahan baru
6. Kewajaran baru
7. Kebakuan  baru

Untuk kelompok II, kata-kata trsebut tidak memerlukan imbuhan sehingga menjadi:
1. Adat baru
2. Adab baru -- bisa juga keadaban baru
3. Habitus baru
4. Standar baru
5. Budaya baru
6. Tatanan baru
7. Kehidupan baru
8. Perilaku baru

Untuk kelompok III --hanya satu-- menjadi:
1. Hidup baru

Nah sekarang siapa pun Anda tinggal membuat "kesepakatan" dengan "sesama pengguna" untuk memilih padanan yang paling seusai dengan konteks, rasa, logika dan peluang membentuk ungkapan baru bahasa Indonesia yang terus diupayakan agar menjadi ungkapan yang mengkristal. Tentu perlu dipertimbangkan dasar pemikiran atau rujukan yang digunakan WHO dalam memilih dan menawarkan 'paksa' ungkapan 'new normal' itu agar tampil sebagai ungkapan yang memiliki:
1. rasa bahasa (Indonesia)
2. keindahan bunyi
3. kemudahan pengucapan dan pemahaman 
4. daya pengganggu, pengggoda, penggerak rasa dan pikiran
6. daya dorong memasuki keadaban/habitus baru.

Dipilih, dipikir, dipilih!

Willy Pramudya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Toilet

Penerapan Psikologi Sosial Dalam Politik

15 Ciri-ciri Anak Cerdas Istimewa dan Berbakat