Antara Puisi Gelap dan Prosa Ungu | Sastra
Oleh: Hermawan Aksan PADA 1980-an istilah “puisi gelap” mengemuka (lagi) ketika banyak ditemukan puisi yang sulit dipahami maknanya, misalnya karya-karya Afrizal Malna dan Kriapur. Dikutip dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, pensyair Abdul Hadi W.M. (1988) menyebutkan bahwa sajak-sajak Kriapur tidak menggunakan kata-kata klise, tapi tampak aneh dan gila. Ungkapan seperti “bulan pecah berantakan” dan “kupahat mayatku di dasar air” adalah majas dan lambang yang bersifat pribadi sehingga gelap maknanya. Iwan Fridolin, dalam tulisannya yang berjudul “Impian dan Luka Sejarah” berpendapat bahwa secara umum puisi gelap dapat dikatakan sebagai puisi yang maknanya tersembunyi, sukar, atau tidak ada kemungkinan untuk dipahami. Ia mungkin menyajikan makna yang bertingkat-tingkat, keruwetan dan kerumitan pemikiran atau ketiadaan makna sama sekali. Hal ini biasanya ditandai oleh penggunaan gaya eliptik, metafora, alusi dan referensi yang muskil, bentuk tipografis, bahasa arkhaik atau berbunga-bunga,...