Praha dan Kenangan | Cerpen
Oleh Za'idatul Uyun
Akhirnya aku datang ke sini, Praha. Bukan untuk mengenangmu, hanya untuk mampir dan memotret beberapa tempat yang sering kau sebutkan dulu. Jangan ke-geer-an dan menganggapku sedang rindu kamu.
Ternyata begini rasanya berdiri di tepi Jembatan Charles. Menikmati hiruk pikuk ratusan turis yang berlalu lalang. Di sebelahku ada seorang anak perempuan memakai hoodie berwarna biru, persis seperti yang Kau kenakan saat kita pertama bertemu. Bodohnya aku, tentu saja ada ribuan hoodie berwarna biru di muka bumi.
𝘋𝘢𝘮𝘯! Haruskah aku mengingatmu setiap melihat hoodie seperti itu?.
Kau lihat di ujung sana? sepasang kekasih biasanya akan mengunci gembok cinta mereka di sebuah pagar. Tapi aku tidak akan melakukan itu. Selain karena aku tak punya kekasih, aku tidak percaya dengan hal seperti itu. Kenapa juga manusia mengabadikan cintanya dengan memasang gembok? Padahal cinta lebih abadi dari seonggok besi yang bisa berkarat karena korosi.
Praha memang indah, Praha! Aku ingat apa yang kau ucapkan dulu. Kau yang menggebu-gebu menceritakan tentang Praha, padahal kau belum pernah mengunjunginya.
"Aliyana, suatu saat kau harus berkunjung ke Praha. Kau yang tidak pernah jatuh cinta akan mudah takluk di sana." Ujarmu padaku.
"Aku bisa melihat Praha setiap saat aku ingin," jawabku sambil mengerlingkan mata padamu.
"Bukan aku, maksudku Praha yang sebenarnya. Kota yang bahkan lebih romantis dari Paris. Praha adalah eksotisme di setiap lekuknya."
"Kalau yang kamu maksud dengan romantis dan eksotis adalah bangunan ala-ala Eropa yang berjejer, aku yakin gang-gang sempit di Jakarta juga punya romantisme-nya tersendiri."
"Bukan itu! Kau tahu, romantis berarti harmoni. Harmoni dari pejalan kaki yang melintasi Jembatan Charles saat salju meleleh bertemu matahari, lalu uap kopi panas bersatu dengan denting piano di udara. 𝘉𝘰𝘢𝘵-𝘣𝘰𝘢𝘵 berlalu lalang di sungai yang membelah kota untuk membawa turis mengelilingi Praha, ditambah dengan kenangan yang sedang menari-nari di kepalamu. Itu perpaduan yang indah!"
Bagaimana kamu menjelaskan Praha dengan begitu detail? Bukankah kau belum pernah mengunjunginya? Apa karena namamu Praha? Kau selalu bilang ingin membawa perempuan yang kau cintai berkeliling di ibukota Republik Ceko itu.
"Jangan merasa ditunggu Liya, atau itu akan menjadi beban pikiranmu," katamu padaku saat itu.
"Aku tak akan memaksa kau membalas cintaku Liya, karena cinta tidak seperti kredit motor yang harus segera dilunasi. Aku menikmati mencintaimu seperti ini," ungkapmu di lain waktu.
Ah Praha, dulu kata-kata itu hanya seperti bualan. Tapi lihatlah sekarang, aku sedang mengenang semua yang kau ucapkan dengan mata terpejam. Seolah bait demi bait mengiringi derak langkah para turis ini. Jangan dulu ke-geer-an dan mengatakan aku rindu kamu. Aku hanya menikmati harmoni Praha yang sering kau bicarakan dulu.
Kau bilang cinta padaku sejak pandangan pertama. Detak jantung dan aliran darahmu mempercepat laju seketika. Ironis, aku justru merasakan itu saat melepas kepergianmu. Melihatmu tersenyum sembari menahan sakit tidak hanya membuat jantung dan darahku bereaksi, tapi semua bagian tubuhku hendak menahanmu. Praha, bolehkah aku menyesal sekarang?.
Aku yang memang tidak percaya cinta pasti membuatmu kesulitan. Sejujurnya aku takut akan disia-siakan seperti Ibu dulu. Aku benci melihat dia bertahan meski sudah lebam. Aku benci melihatnya dalam ketidakberdayaan. Dan kau tahu Prah, apa yang sering Ibu katakan?
"Ayahmu sebenarnya laki-laki yang baik, dia hanya sedang tersesat,"
Dia "hanya" tersesat tapi sampai menyiksa kami. Memasukkanku ke gudang lalu mengunciku semalaman hanya karena mengusik tidurnya. Merusak perkakas rumah hanya karena kalah berjudi. Kau tahu dua jahitan di pelipisku? Iya, itu karena dia "tidak sengaja" melempar botol minuman ke arah tembok tapi mengenaiku. Aku benci laki-laki itu dan aku juga benci ibuku yang mencintainya. Tentu saja aku tidak bisa meninggalkannya pergi meski aku ingin, aku takut Ibu tak akan bertahan tanpaku.
Laki-laki itu penjudi dan pemabuk berat. Rasanya hidupnya di dunia ini hanya untuk membuat kekacauan. Meski dia mengiba meminta maaf di akhir hidupnya, aku tak bisa semudah itu merelakannya. Tapi anehnya, Ibu menyuruhku untuk membiarkannya pergi dengan tenang. "Tuhan tahu cara menghitung setiap kebaikan dan keburukan Liya," kata Ibu padaku. Inikah yang orang maksud dengan cinta?.
Aku benci cinta, Praha! Kenapa pula kau harus mencintai perempuan bebal sepertiku. Perempuan yang hingga kau tiada tak bisa mengucapkan kata cinta seperti yang kau mau. Kadang aku merasa, kau adalah manusia terbodoh yang pernah ada. Mengapa mencoba peruntungan cinta pada orang yang tak pernah jatuh cinta?.
"Liya, kau tak perlu mencari tahu kenapa aku jatuh cinta padamu, kau tidak akan mengerti. Suatu saat ketika kau bisa merasakan cinta, semua pertanyaanmu akan terjawab," katamu dengan nafas satu dua yang masih tersisa saat itu.
Praha, inikah yang kau maksud dengan cinta? Kehampaan dan kesepian yang Kau tinggalkan. Penyesalan yang terus menerus menghantuiku hingga ke sendi-sendi. Dan seakan-akan seluruh isi dunia sedang menertawaiku saat ini.
Sesaat setelah pulang dari pusaramu waktu itu, ku intip semua foto-foto yang ada di laptopku. Momen demi momen seperti berkelebat ingin menerkamku. Aku masih menahan air mata, tapi satu foto membuatku tak bisa lagi sok tegar. Itu foto yang diambil saat kita ikut camping yang diadakan kantor tiga tahun lalu.
"Kau tahu kenapa namaku Praha?" tanyamu saat kita duduk dan menatap langit malam itu.
"Aku tidak pernah repot mencari tahu tentang itu," jawabku dengan asal.
"Saat itu ibuku menonton tayangan televisi tentang Praha. Seketika itu stop kontak di kepala ibuku seperti menyala. Dielus perutnya dengan menyebut-nyebut Praha, aku yang masih di dalam perut langsung menendang-nendang," ungkapmu dengan mata berbinar.
"Lalu kenapa kamu menceritakan ini padaku?" tanyaku saat itu.
"Suatu saat, aku ingin ke Ceko dan menyampaikannya salam ibuku pada Praha, aku akan sangat bahagia jika kamu mau menemaniku ke sana." Aku terdiam ketika itu. Jika tahu kau akan pergi, seharusnya aku terima saja ajakanmu.
Aku sudah berdiri di Praha, merasakan keindahan kota impianmu. Playlist musikku sedang memutar lagu kesukaanmu. Lirik-lirik lagu band anak muda ini sering kau nyanyikan bukan?
𝘖𝘩 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘬𝘶, 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢
𝘑𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘶𝘳𝘶𝘯 𝘬𝘦 𝘩𝘢𝘵𝘪
𝘛𝘢𝘸𝘢𝘮𝘶 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘯𝘺𝘶𝘮 𝘭𝘢𝘨𝘪
𝘖𝘩 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘬𝘶, 𝘬𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢
𝘐𝘯𝘥𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯𝘪
Sudah ku sampaikan salammu dan ibumu pada Praha. Berbahagialah di sana.
-----------
Sumbawa Barat, 22 September 2020
Komentar
Posting Komentar